Krisis iklim : Masyarakat belum terdampak atau belum sadar akar dari dampaknya?
Tempo hari saya mengikuti simposium lingkungan yang diadakan oleh Republik Hijau, saya hadir menyimak karena belum sempat mengiyakan sebagai penanggap dari Institut Hijau Indonesia. Saya tertarik dengan presentasi kak Rizal Fauzi yang membuka simposium dengan membandingkan hasil riset dari 2 lembaga riset yang meneliti 'Preferensi pemilih terkait lingkungan di PEMILU 2024'. Dari hasil riset ada2 pertanyaan penting, yakni presentasi isu lingkungan dalam PEMILU, dan presentasi isu terpenting menurut pemilih. Pada presentasi isu lingkungan dalam PEMILU, hanya ada sekitar 0,2 - 2,7 % (hasil riset CSIS) dan 0,6 % (hasil riset indikator) yang menggunakan isu lingkungan dalam pembahasan PEMILU. Masyarakat cenderung tertarik pada pertanyaan berikutnya yaitu presentasi isu terpenting menurut pemilih yang menempatkan harga sembako sebesar 21,4 % (CSIS) dan harga kebutuhan pokok 31,3 % (indikator). sangat fantastis
Hasil riset dari 2 lembaga ini yang melatarbelakangi hadirnya simposium pasca pemilu, kita semua bertanya-tanya "mengapa isu lingkungan tidak cukup menarik perhatian masyarakat?", beberapa menjawab dengan celetukan 'isu lingkungan adalah isu sekunder dalam kebijakan nasional kita', 'kerusakan lingkungan belum berdampak langsung kepada masyarakat', 'terbatasnya edukasi terkait lingkungan', dan 'gerakan advokasi lingkungan masih sektoral'.
Mari melihat isu lingkungan sebagai sebuah bahasa pioner advokasi yang kita sebut 'keadilan iklim', seberapa persen ketercapaian isu itu?
Kita tarik kebelakang, 3 pilar kekuasaan yang mempengaruhi 'Advokasi', yakni negara, pasar dan masyarakat sipil. Negara memiliki 3 fungsi (legislatif, eksekutif dan yudikatif), Pasar memiliki 2 asas sederhana (jual dan beli), sedangkan masyarakat sipil memiliki komponen yang sangat kompleks dan mampu mempengaruhi suatu negara dan pasar. Jika kita tidak percaya, mari mundur kebelakang dan menyimak bagaimana masyarakat sipil menumbangkan rezim.
Namun seiring berjalannya waktu, secara tidak sadar kebanyakan dari kita menjadi sangat selfish atau individualistik. Tidak heran, semakin kita memasuki zona bebas ekonomi atau ledakan demografi maka persaingan akan semakin ketat, sehingga jiwa kompetitif kita juga akan semakin terlihat, kita jadi terfokus pada membangun a b c sampai menghasilkan uang dan aset, tapi kita nyaris tidak peduli apakah langkah dan proses kita tidak bertentangan dengan alam?.
Kebanyakan orang tidak peduli dengan isu lingkungan karena isu itu tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat, mindset kita seolah dirundung dengan kata "efektif, efisien" dan kalimat "ada kerusakan, solusinya apa". yap, tidak banyak yang memiliki langkah preventif disini, kalau ada maka kita sebut saja dia "anak lingkungan" atau "anak tanah". Ibu-ibu banyak memilih isu bahan pokok atau pangan dalam konteks PEMILU 2024 ini, karena sederhananya pasti mereka berpikir 'salah pilih pemimpin, bahan pokok bisa naik, hidup makin susah, uang susah dicari', benar kan? ya iya, wong saya juga riset kecil-kecilan ke mama dan tante saya hahaha
Banyak pemimpin dan calon pemimpin juga tidak terfokus pada isu lingkungan, ya mirip konsep pasar "ngapain calon pemimpin kampanye kalau dia pro lingkungan, sementara calon warganya hanya peduli soal makan hari ini dan serangan fajar". yang bener aja, rugi dong.
Saya sepakat bahwa isu lingkungan kurang diminati karena kebijakannya kurang, tapi saya lebih sepakat lagi kalau mindset nya yang diperbaiki. Semua harus membuka mata akan kondisi ekologi saat ini.
Semua harus melihat, kalau kebijakan sampahnya ga bagus, bisa banjir. kalau tambang dekat pemukiman bahaya, kalau tambang dekat area pertanian ya produksi gagal, pasokan pangan menipis, bahan pokok jadi mahal, nyari duit masih susah. Pola pikir harus lebih holistik, ga melulu mikirin hilir, tapi perhatikan hulunya. Itulah mengapa "Pemimpin pro lingkungan" sangat penting.
Tapi beberapa hari kemarin, aku sempat kagum sama salah satu caleg daerah luar, dia membantu akses air bersih masyarakat. namun yang terjadi adalah....
Duarrr, ternyata menjadi pemimpin pro lingkungan tidak sesederhana itu. Butuh kesadaran ekologis yang tinggi.
Semoga akan semakin banyak lagi pemimpin muda yang lahir dengan gagasannya yang luar biasa.
Lia Asmira
Komentar
Posting Komentar