Sekolah Ekologi Politik di Pesantren

Di abad ini, bumi telah mengalami kerusakan nyaris total yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah umat manusia yang ditandai dengan makin tingginya intensitas bencana yang terjadi dalam skala yang sangat luas: di seluruh dunia!

Tak pelak lagi, khotbah-khotbah penyelamatan bumi serentak dikumandangkan di mimbar-mimbar akademik maupun para pengambil kebijakan. Dari sana, mereka hampir serentak menuding umat manusia sebagai biang keroknya. Menurut mereka, semua manusia harus bertanggung jawab atas semua kerusakan yang telah dan sedang terjadi saat ini. Tak terkecuali kaum mustadh’afin atau yang secara saintifik biasa disebut sebagai semi-proletar dan proletar, yaitu para paria sosial-ekonomi yang digencet dan dihisap keringatnya menit demi menit demi akumulasi modal yang berlangsung tanpa henti menguras seluruh isi bumi.  

Tentu saja, tudingan tadi tidak sepenuhnya salah. Apalagi di dalam Al-Qur’an, Allah telah mengatakan bahwa tidak ada kerusakan di darat, dan laut kecuali ulah manusia. Memang benar, yang menyebabkan kerusakan ekologi adalah manusia. Namun tidak cukup berhenti sampai disini, tidak semua manusia turut menyebabkan kerusakan. Para kapitalis di dalam moda produksi kapitalisme lah yang paling banyak menabur kerusakan (melalui intensifikasi dan ekstensifikasi bisnis dalam skala global), dan sayangnya semua pihak, tak terkecuali mustadh’afin harus menuai badai kehancurannya. Bahkan golongan terakhir inilah yang menjadi pihak paling terdampak dari kerusakan ekologi dewasa ini. Mereka yang paling sedikit mengakumulasi dan mengkonsumi harus mau menelan pil pahit menanggung dampak semua kerusakan. 

Dalam Sekolah Ekologi Politik Misykat al Anwar, pelbagai persoalan kerusakan lingkungan akan coba dianalisa melalui lensa teori sosial kritis—yang secara miopic kerap dianggap kering wawasan ekologis— dalam melihat problem kerusakan lingkungan. 
Seperti dalam salah sebuah editorial Monthly Review, bahwa kini, dunia telah hampir kehabisan waktu untuk melakukan transformasi sosial yang diperlukan untuk mencegah bencana iklim yang tidak dapat dipulihkan, dengan menjaga kenaikan suhu rata-rata global di bawah 1,5°C (atau di bawah 2°C). Skenario paling optimis yang saat ini disediakan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) PBB menggambarkan sebuah jalur di mana kenaikan suhu tidak akan naik hingga 1,5°C hingga tahun 2040. Namun, untuk mencapai hal ini diperlukan perubahan transformasional berskala revolusioner dalam relasi sosial global yang memengaruhi hubungan manusia dengan iklim dan lingkungan planet secara keseluruhan. Karena itu, tanpa pernah menggali akar penyebab kerusakan lingkungan, maka laju kerusakan tidak akan bisa dicegah apalagi dihentikan.

Bagi kaum muda yang sedang lapang waktu dan rizki, silahkan bergabung bersama “Sekolah Ekologi Politik Misykat al Anwar” dengan menyumbang donasi Rp.500.000 (untuk pembangunan asrama Pesantren, sekaligus sumbangan konsumsi selama 7 hari di Pesantren Ekologi Misykat al Anwar).

Komentar

Postingan Populer