Membangun Kecerdasan Spiritual dan Emosional (PENGANTAR)

Kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi dalam menyelesaikan masalah yang menuntut kemampuan fikiran. Namun, apakah kesempurnaan perkembangan akal budi itu dirasakan oleh semua makhluk yang menghuni muka bumi? Setiap hal yang menaungi muka bumi memiliki penghukumannya sendiri. Laut dihukumi oleh kedalamannya, kepemilikan wilayah dihukumi atas dasar batas regional yang ditentukan jauh-jauh hari sebelumnya, anak manusia dihukumi kelahiran dan kepemilikannya melalui akta kelahiran. Lalu, kemudian muncul pertanyaan bagaimana kecerdasan itu dapat diukur ?
Ahli psikologi menyimpulkan pemetaan kecerdasan personal yang melekat pada pribadi seseorang menjadi 3, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Di awal abad ke 20, kecerdasan intelektual adalah satu-satunya kecerdasan yang dihukumi melekat pada diri manusia. Kecerdasan ini meliputi kemampuan logis-rasional seseorang dalam menghitung, menganalisa dan mengevaluaasi suatu konsentrasi permasalahan tertentu. Kecerdasan intelektual dihukumi dengan nilai yang berpatokan pada rasio angka numerik yang biasa kita kenal dengan sebutan IQ (Intelektual Quotient). Dengan adanya parameter kecerdasan IQ sehingga memunculkan beberapa orang yang dinilai memiliki IQ yang tinggi seperti almarhum BJ Habibie dengan skor 200 dan Albert Einstein yang memiliki IQ sekitar 160-190. Namun, tipologi kecerdasan yang terlalu mengkelaskan kecerdasan seseorang tanpa diiringi dengan kecerdasan lainnya akan merusak tatanan hidup secara pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.
  Kecerdasan emosional (Emotional Quotient) adalah kecerdasan yang merujuk pada perasaan dan dibuktikan dengan energi berupa reaksi. Reaksi sebagai konsekuensi dari kecerdasan emosional dapat bersifat positif ataupun negatif, tergantung bagaimana seseorang menyikapi permasalahan yang sedang dihadapi. Respon dari emosi biasanya terjadi secara spontan dan umumnya merujuk pada suasana hati atau kondisi fisiologis tubuh seseorang. Kecerdasan emosional dianggap sebagai kunci dalam hubungan sosial kemasyarakatan.
Kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient) adalah kecerdasan manusia yang mempunyai konsekuensi logis kepada sang penciptanya. Danah Zohar dan Ian Marshal menjelaskan kecerdasan spiritual dalam karya “Spiritual Intelligence” bahwa kecerdasan spiritual adalah inti dari segala kecerdasan kecerdasan ini mampu menyelesaikan masalah makna dan nilai. Potensi kecerdasan spiritual seseorang sangat besar dan tidak dapat diukur ataupun diturunkan. Semuanya murni karena kesadaran ingin menjalin hubungan dengan Tuhan dan tanpa sadar kecerdasan yang lainnya pun akan mengikut dengan perkembangan hidupnya.
Dunia pendidikan, dunia bisnis, lingkaran sosial masyarakat, sampai pada hubungan pribadi antar 2 orang bergantung pada 3 tipologi kecerdasan ini. Hubungan individu dengan individu, maupun individu dengan lingkungan dan Tuhan nya tidak dapat dipisahkan dari 3 kecerdasan diatas. Manusia memiliki 3 kecerdasan sekaligus, sehingga dalam proses hidupnya, maka keteraturan dan keterpaduan dari 3 kecerdasan tersebut harus berjalan secara holistik sehingga seimbang.
Namun, di era globalisasi ini sedikit banyaknya memberikan dampak nyata terjadinya degradasi nilai pada 3 tipologi kecerdasan. Rendahnya kecerdasan intelektual akibat pengaruh penyalahgunaan gadget, pergaulan yang tidak sehat serta peran lingkungan yang tidak edukatif. Menurunnya kualitas spiritual akibat dunia yang fana’ dan terlalu menunjukkan kebebasan secara liberal, kapitalis dan kebiasaan hidup bersenang-senang yang berlebihan. Serta terlucutinya kecerdasan emosional yang diakibatkan oleh terjadinya degradasi moral, rasa insecure yang tinggi, kelas sosial yang terlalu signifikan, bullying, kemampuan sosialisasi yang rendah dan hujatan dunia maya yang kadang menjadi masalah menurunnya kecerdasan emosional seseorang.
Lalu, sebagai manusia yang memiliki 3 kecerdasan ini, apa yang harus mereka lakukan? Bagaimana jika kecerdasan tersebut tidak mampu dirasakan oleh kebanyakan orang akibat masalah hidup yang melimpah? Disinilah kesalahan berpikir yang kadang seolah menetapkan stigma abadi bahwasanya kecerdasan hanya lahir secara alamiah. Ada beberapa manusia yang memang diturunkan kecerdasan intelektual yang luar biasa dari ayah atau ibunya, namun hal ini tidak bisa menjadi landasan kita dalam menilai kecerdasan manusia secara umum. Faktanya, manusia cerdas dalam menyelesaikan permasalahan karena manusia memiliki pengetahuan dan pengalaman yang tidak sepenuhnya berasal dari turunan orang tua. Pengetahuan diperoleh dari belajar, namun belajar saja tidak cukup untuk menjadi modal bagi manusia. Tuhan memberikan karunia akal kepada manusia agar dapat dipergunakan untuk menalar dan membuat kesimpulan dari pengalaman yang mereka lalui. Pengetahuan dan pengalaman menjadi kunci sukses kecerdasan manusia, namun berangkat dari hal tersebut, manusia juga harus mampu mensyukuri dan menyadari bahwa semua karunia itu berasal dari Tuhan, sehingga manusia yang ber-Tuhan dengan segudang pengetahuan dan pengalamannya adalah manusia yang paling cerdas.
Pada tulisan “Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual”, kita akan belajar bersama. Saya menulis bukan sebagai manusia yang cerdas, saya menulis ini karena saya manusia yang sadar. Manusia yang sadar adalah manusia yang akhirnya tahu arah. Jadi mari mencari arah itu. Sampai bertemu di Part 1.



Salam, pena_manusia

Komentar

Postingan Populer